Saat Semua Tak Mengetahuinya
“TENGGG!!!!”.
Suara
bel lonceng pun berbunyi pertanda saat itulah pelajaran dimulai. Namun sebelum pelajaran
dimulai, seperti biasa diawali dengan berdoa terlebih dahulu lalu dilanjutkan
dengan tadarus bersama-sama. Dilengkapi oleh cahaya matahari yang menyilau
kedua mata Fanaya dengan suhu rendah yang sudah ia anggap biasa.
27 Januari 2013. Tanggal
yang menurut Fanaya adalah tanggal kehancuran. Beribu perasaan muncul menjadi
satu hingga tak karuan.
“Sudahlah, tak perlu kamu
menghubungiku lagi!” seru Fanaya melalui via sms.
“ takakan ku berhenti menghubungimu!
Mengerti ?!’’ balasnya dengan keyakinan atas pendiriannya.
Tak tau apa yang harus Fanaya katakan lagi
padanya. Dia adalah kekasih Fanaya. Elwin namanya. Sudah 2 tahun Fanaya
menjalani suatu hubungan yang indah bersama Elwin. Fanaya merasa tak tega harus
bersikap keras kepada Elwin. Namun ini
yang harus ia perbuat. Fanaya sudah tak sanggup menanggapi sikap acuh Elwin. Ia
rasa inilah waktu yang tepat untuk meninggalkan Elwin beserta kenangan
tentangnya. “Aku harus bisa! Aku tak
boleh menyerah! Aku harus bisa lebih keras darinya! Tuhan bantulah aku”
bisikan hati Fanaya. Sejujurnya Fanaya tak yakin dengan kehidupan selanjutnya
tanpa Elwin yang mengisi hari-harinya. Elwin sudah banyak memberikan hal
terindah yang belum pernah Fanaya dapatkan. Dan Elwin pula yang membuat Fanaya
mengerti akan kehidupan dirinya. Dengan ucapan semangat dari teman-teman yang
sekarang menjadi keluarga kedua, Fanaya merasa tak kesepian jika Elwin pergi.
Ia percaya bahwa teman-temannya bersedia membantu Fanaya untuk melupakan Elwin.
Dengan raut wajah tanpa
menghadirkan senyuman yang menjadi ciri khasnya, ia terdiam dalam bangku.
Sapaan teman diabaikan olehnya. Fanaya tahu alasan apa yang membuat ia seperti
ini, namun ia tak tahu apa yang sedang ia fikirkan saat itu. Hingga bel
pertanda pelajaran telah berakhir pun tiba. Fanaya kembali terdiam dalam tempat
dimana Fanaya biasa menunggu jemputan untuk pulang. Memang Fanaya selalu tak
sendirian, dia pasti ditemani oleh Karel sahabat Fanaya. Fariasi-fariasi cerita
pun Karel dapatkan dari Fanaya. Biasanya Karel melakukan hal-hal yang membuat
Fanaya tersenyum lebar sambil menunggu jemputan yang tak kunjung datang. Tak
lama kemudian, Fanaya terkejut, saat Fanaya melihat bahwa yang menjemput Fanaya
adalah Elwin. Fanaya pun menghampiri Elwin.
“Elwin? Ada apa kamu
kesini?” tanyaku heran.
“Jemput kamu Fanaya” jawabnya
dengan dihiasi senyuman.
“Ha? Jemput aku? Aku udah
sms mamaku buat jemput aku win” jawabku tanpa ekspresi.
“Tenang aja, aku udah
minta ijin mama kamu kok Fan buat jemput kamu sekalian aku mau ngajak kamu ke
suatu tempat” jawabnya dengan brtujuan untuk meyakinkanku.
Fanaya terbingung.
Sungguh, ia tak ingin menerima ajakan Elwin. Apa yang akan terjadi jika ia
masih dekat dengan Elwin. Namun apa boleh buat, Fanaya pun mengiyakan. Fanaya
pun pamit kepada Karel, dan segera pergi bersama Elwin.
Sebuah kejutan bagi Fanaya ketika tempat yang
menjadi tujuan Elwin adalah taman bunga. Taman bunga yang Elwin buat sendiri.
Ia menanam tanaman bunga tersebut dari jauh-jauh hari tanpa Fanaya tahu. Elwin
tahu bahwa Fanaya sangat menyukai bunga. Raut wajah Fanaya yang indah itu
menujukkan bahwa Fanaya menyukainya.
“Kamu suka?’’ tanya Elwin.
Fanaya hanya mengagguk.
“Kesana yuk, di sana ada bunga yang kamu suka”
ajak Elwin dengan tersenyum.
Diajaknya Fanaya ketempat
tujuan pertama yang Elwin tunggu. Saat tiba di tempat yang Elwin maksud, Fanaya
tak bisa berkata apa-apa. Ia kagum atas ide Elwin.
“Kamu mau bunga itu?”
tanya Elwin sambil menunjuk bunga mawar yang ada di depan Fanaya.
“Mau Win. Boleh aku petik
satu?’’ tanya Fanaya.
“Tentu saja boleh. Aku
petikin ya buat kamu” jawab Elwin.
“Win, makasih ya” ucap
Fanaya dengan tersenyum manis.
Elwin pun membalas dengan
senyumnya yang bertanda dia sangat tak mau kehilangan Fanaya. Elwin ingin
memanfaat kan waktu ini untuk merubah pendirian Fanaya tentang hubungan mereka.
Berharap itu terjadi padanya begitu juga Fanaya.
Dua jam pun berlalu,
Fanaya merasa lelah. Tak terasa Fanaya terlelap dalam bangku di taman. Elwin tak
tega untuk membangunkan Fanaya. Elwin menunggu hingga Fanaya terbangun. Tak
lama kemudian waktu menunjukkan pukul 16.30, Fanaya pun akhirnya terbangun.
Elwin pun mengantarkan Fanaya pulang. Saat Fanaya tertidur, Elwin menulis surat
untuk Fanaya dan manaruhnya ditas Fanaya. Fanaya tak mengetahuinya. Sesampai
dirumah fanaya, Elwin langsung pamit pulang.
Keesokan harinya Fanaya
baru tersadar dengan surat pemberian Elwin saat ia di sekolah. Surat itu pun
mulai dibaca oleh Fanaya.
Dear:
fanaya
“
Fanaya, maaf jika aku menyalurkan fikiranku dalam surat ini. Sebelumnya aku
ingin menanyakan sesuatu sama kamu. Apakah kamu akan tetap dengan keputusanmu
waktu itu? Fan, aku mohon fikirkan kembali. aku gak tau apa yang akan terjadi
jika bukan kamu yang mengisi hari-hri ku. Fikirkan dahulu Fanaya, aku tak siap
pergi dari kamu. Namun aku kan terima papun keputusanmu nanti, aku harap
keputusan mu adalah yang terbaik untuk kamu ataupun aku.
Love,
Elwin
Diam dan berfikir yang Fanaya
lakukan setelah membaca surat itu. Berharap Fanaya bisa memberikan keputusan
untuk Elwin. Namun Fanaya tak terlalu menfikirkan untuk sementara. Tiba-tiba
kepala Fanaya terasa sakit. Tanpa disadari darah pun keluar dari hidung Fanaya.
Fanaya mencoba berjalan menuju UKS. “BRAKKK” Fanaya terjatuh saat brtubrukkan
dengan seseorang yang tak begitu jelas
untuk Fanaya lihat. Fanaya tak sadarkan diri.
10 menit kemudian..
Fanaya tersadar. Fanaya
kembali ke kelas hingga bel pulang berbunyi. Sepulang sekolah Fanaya tidak
langsung pulang ke rumah. Ia mampir ke rumah sakit untuk cek kesehatan. Setelah
dicek, Fanaya dipanggil oleh dokter untuk keruangannya. Saat Fanaya menemui
dokter, raut wajah dokter membuat Fanaya penasaran. Dokter mulai memberitahu
sebuah kenyataan yang bersangkutan dengan apa yang dikeluhkan oleh Fanaya.
Mendengar itu fanaya terdiam.
1 tahun kemudian..
Penyakit Fanaya tumbuh
sangat cepat.
Masih yang sama, Fanaya
bertahan dengan Elwin. Mereka sangat harmonis. Seperti bulan dan bintang yang
selalu hadir bersamaan. Tak ada lagi adu mulut ataupun layaknya anak kecil
dalam hubungan mereka. Kedewasaan tumbuh dalam diri mereka. ataupun hal-hal yang
merusak itu pun hilang. Mereka memang tidak sempurna dan tak sepenuhnya
hubungan mereka berjalan mulus. Namun Fanaya dan Elwin dapat menghadapinya
dengan bijaksana. Begitu juga dengan Fanaya yang menghadapi penyakitnya. Fanaya
tak ingin jika orang yang ia sayang mengetahui tentang apa yang ia rasakan
terutama soal penyakit yang ia derita. Bahkan orang tuanya pun tak
mengetahuinya. Penyakit itu semakin parah.
Pagi yang cerah disambut
dengan senyum yang menyemangati hari itu.
“Good morning Fanaya”
sambutan dengan senyum lebar dari Elwin.
“Hai Win” bales Fanaya
dengan senyum pula.
“Sudah siap Fan? Yuk berangkat?” tanya Elwin.
“Sudah dong Win. Yuk” balas Fanaya.
Mereka pun berangkat
menuju sekolah dengan wajah yang sumringah.
Namun saat di perjalanan, darah tiba-tiba keluar dari hidung Fanaya. Fanaya
tak menyadarinya. Hingga tiba di sekolah Fanaya, Elwin melihat hal itu. Raut
wajah Fanaya pucat seperti tak ada aliran darah.
“Fan, ada darah di hidung
kamu. Kamu sakit?” tanya elwin.
“Gak kok Win” jawabnya.
Fanaya menyentuh hidungnya dan menutupinya dengan tangan dan bergegas masuk ke
kelas. Namun sebelum ke kelas, Fanaya membersihkan darah yang ada di hidungnya
dengan air yang ada di kamar mandi. Kemudian Fanaya siap untuk menerima
pelajaran dari guru-gurunya hingga pulang sekolah. Fanaya menunggu seseorang
untuk menjemputnya. Tak lama kemudian Elwin datang untuk menjemputnya.
“Hai peri cantik” pujian
untuk Fanaya.
“Apaan sih win” Fanaya
tersipu malu.
“Ayo naik, aku mau nganjak
kamu ke taman” seru Elwin.
“Taman? Oke” jawab Fanaya
girang.
Setiba di taman, mereka mecari tempat untuk
mereka beristirahat sambil menikmati suasana di taman itu. Mereka bercanda tawa
di tempat itu. Dengan dua buah es krim yang menemani mereka dan berbagai macam
bunga bermekaran memperindah taman itu. Namun, darah itu muncul kembali. Elwin
cepat-cepat mengusapnya. Penuh tanda tanya misteri yang Elwin tak tahu. Ingin
Elwin menanyakan keadaan Fanaya namun pasti Fanaya tak akan berterus terang.
Justru ia langsung mengalihkan pembicaraan. Seusai mengusap, Fanaya terjatuh
tak sadarkan diri. Elwin panik seketika itu. Elwin meminta orang disekitarnya
untuk membantu Elwin membawa Fanaya ke rumah sakit. Fanaya langsung ditangani
oleh dokter. Tak lama dokter keluar dari ruangan dimana Fanaya dirawat. Elwin
langsung menghampiri dokter itu. Tanpa basa-basi Elwin menanyakan bagaimana
keadaan Fanaya. Dokter pun berterus terang karena dokter tidak tega melihat
keadaan Fanaya yang semakin parah.
“Dia mengidap penyakit
leukimia. Keadaannya pun sudah semakin parah. Jalan satu-satunya untuk adalah
dengan operasi. Jika tidak, Fanaya tidak akan terselamatkan. Namun saya tidak
dapat menyatakan operasi dapat menyelamatkannya. Kemungkinan Fanaya tidak
selamat, tapi kami akan berusaha sebisa kami untuk menyelamatkan nyawa Fanaya”.
“Apa orang tua Fanaya tau
soal hal ini dok?” tanya Elwin berlinangan air mata.
“Fanaya tidak ingin orang
lain mengetahuinya, namun jika orang tua Fanaya tidak mengetahui keadaan Fanaya
sekaran resikonya fatal sekali” jawab dokter.
“baik dok, saya akan
memberitahu kedua orang tua Fanaya. Terimakasih dokter sudah mau penyakit yang
diderita Fanaya” ucap Elwin. Elwin tak sanggup melihat keadaan kekasihnya.
Elwin menyesal tidak mengetahui soal ini dari dulu. Kemudian Elwin menghubungi
kedua orang tua Fanaya. Mereka pun tiba di rumah sakitdan menghampiri Elwin.
Elwin menceritakan apa yang dikatakan oleh dokter tadi. Orang tuanya menyetujui
jika Fanaya diopersi.
Malam pun tiba. Hari itu
juga Fanaya dioperasi. Berjam-jam operasi itu berlangsung.Elwin beserta kedu
orang tua Fanaya terus mendoakan yang terbaik untuk Fanaya. Tak henti-hentinya
air mata jatuh dari mata mereka. setelah menunggu lama, dokter pun keluar.
“Bagaimana dok?” tanya
Ayah Fanaya.
Dokter hanya terdiam.
“Dok, jawab!” seru Elwin.
“Saya sudah berusaha
semampu saya untuk menyelamatkan Fanaya. Namun Tuhan berkata lain. Fanaya tidak
dapat terselamatkan. Maaf” kata dokter dengan raut wajah melemas.
“Gak mungkin dok. Dokter
pasti bercanda kan?” tanya Elwin yang tidak menerima kenyataan itu.
“Maafkan saya” jawab
dokter.
Kedua orang tua Fanaya
beserta Elwin terkejut dengan apa yang disampaikan dokter tentang kedaan
Fanaya. Mereka terus menangis. Mereka belum siap untuk melepas Fanaya.penuh
kenangan saat bersama Fanaya yang mereka tak rela jika Fanaya pergi untuk
selama-lamanya. Terutama Elwin. Elwin sangat kehilangan Fanaya. Tak ada sosok
Fanaya yang akan menemaninya kembali. jika Elwin tahu akan penyakit Fanaya,
sudah pasti Elwin akan mewarnai sisa-sisa hari yang Fanaya punya. Namun Elwin
tak dapat berbuat apa-apa. Bagaimana pun Fanaya sudah tidak bisa kembali disisi
mereka. Fanaya sudah tenang di alam yang baru. Mereka menerima kepergian Fanaya
setelah disadarkan oleh kakak Fanaya.
3 hari setelah kematian
Fanaya, Elwin bertemu dengan Fanaya di mimpi Elwin. Fanaya berkata, jika ia
telah bahagia di sana. Fanaya terlihat tersenyum. Bahkan ia sangat cantik
dengan gaun yang dipakainya. Elwin pun tenang. Elwin menjalani hari-harinya
seperti biasa dengan tersenyum seperti ia menjalani hari-harinya dengan Fanaya.
Elwin tetap menyayangi Fanaya.
0 comments:
Post a Comment