Saturday 20 April 2013

saat semua tak mengetahuinya


Saat Semua Tak Mengetahuinya

“TENGGG!!!!”.
                   Suara bel lonceng pun berbunyi pertanda saat itulah pelajaran dimulai. Namun sebelum pelajaran dimulai, seperti biasa diawali dengan berdoa terlebih dahulu lalu dilanjutkan dengan tadarus bersama-sama. Dilengkapi oleh cahaya matahari yang menyilau kedua mata Fanaya dengan suhu rendah yang sudah ia anggap biasa.
27 Januari 2013. Tanggal yang menurut Fanaya adalah tanggal kehancuran. Beribu perasaan muncul menjadi satu hingga tak karuan.
“Sudahlah, tak perlu kamu menghubungiku lagi!” seru Fanaya melalui via sms.
      takakan ku berhenti menghubungimu! Mengerti ?!’’ balasnya dengan keyakinan atas pendiriannya.
Tak tau apa yang harus Fanaya katakan lagi padanya. Dia adalah kekasih Fanaya. Elwin namanya. Sudah 2 tahun Fanaya menjalani suatu hubungan yang indah bersama Elwin. Fanaya merasa tak tega harus bersikap keras kepada Elwin. Namun  ini yang harus ia perbuat. Fanaya sudah tak sanggup menanggapi sikap acuh Elwin. Ia rasa inilah waktu yang tepat untuk meninggalkan Elwin beserta kenangan tentangnya. “Aku harus bisa! Aku tak boleh menyerah! Aku harus bisa lebih keras darinya! Tuhan bantulah aku” bisikan hati Fanaya. Sejujurnya Fanaya tak yakin dengan kehidupan selanjutnya tanpa Elwin yang mengisi hari-harinya. Elwin sudah banyak memberikan hal terindah yang belum pernah Fanaya dapatkan. Dan Elwin pula yang membuat Fanaya mengerti akan kehidupan dirinya. Dengan ucapan semangat dari teman-teman yang sekarang menjadi keluarga kedua, Fanaya merasa tak kesepian jika Elwin pergi. Ia percaya bahwa teman-temannya bersedia membantu Fanaya untuk melupakan Elwin.
Dengan raut wajah tanpa menghadirkan senyuman yang menjadi ciri khasnya, ia terdiam dalam bangku. Sapaan teman diabaikan olehnya. Fanaya tahu alasan apa yang membuat ia seperti ini, namun ia tak tahu apa yang sedang ia fikirkan saat itu. Hingga bel pertanda pelajaran telah berakhir pun tiba. Fanaya kembali terdiam dalam tempat dimana Fanaya biasa menunggu jemputan untuk pulang. Memang Fanaya selalu tak sendirian, dia pasti ditemani oleh Karel sahabat Fanaya. Fariasi-fariasi cerita pun Karel dapatkan dari Fanaya. Biasanya Karel melakukan hal-hal yang membuat Fanaya tersenyum lebar sambil menunggu jemputan yang tak kunjung datang. Tak lama kemudian, Fanaya terkejut, saat Fanaya melihat bahwa yang menjemput Fanaya adalah Elwin. Fanaya pun menghampiri Elwin.
“Elwin? Ada apa kamu kesini?” tanyaku heran.
“Jemput kamu Fanaya” jawabnya dengan dihiasi senyuman.
“Ha? Jemput aku? Aku udah sms mamaku buat jemput aku win” jawabku tanpa ekspresi.
“Tenang aja, aku udah minta ijin mama kamu kok Fan buat jemput kamu sekalian aku mau ngajak kamu ke suatu tempat” jawabnya dengan brtujuan untuk meyakinkanku.
Fanaya terbingung. Sungguh, ia tak ingin menerima ajakan Elwin. Apa yang akan terjadi jika ia masih dekat dengan Elwin. Namun apa boleh buat, Fanaya pun mengiyakan. Fanaya pun pamit kepada Karel, dan segera pergi bersama Elwin.
Sebuah kejutan bagi Fanaya ketika tempat yang menjadi tujuan Elwin adalah taman bunga. Taman bunga yang Elwin buat sendiri. Ia menanam tanaman bunga tersebut dari jauh-jauh hari tanpa Fanaya tahu. Elwin tahu bahwa Fanaya sangat menyukai bunga. Raut wajah Fanaya yang indah itu menujukkan bahwa Fanaya menyukainya.
“Kamu suka?’’ tanya Elwin.
Fanaya hanya mengagguk.
“Kesana yuk, di sana ada bunga yang kamu suka” ajak Elwin dengan tersenyum.
Diajaknya Fanaya ketempat tujuan pertama yang Elwin tunggu. Saat tiba di tempat yang Elwin maksud, Fanaya tak bisa berkata apa-apa. Ia kagum atas ide Elwin.
“Kamu mau bunga itu?” tanya Elwin sambil menunjuk bunga mawar yang ada di depan Fanaya.
“Mau Win. Boleh aku petik satu?’’ tanya Fanaya.
“Tentu saja boleh. Aku petikin ya buat kamu” jawab Elwin.
“Win, makasih ya” ucap Fanaya dengan tersenyum manis.
Elwin pun membalas dengan senyumnya yang bertanda dia sangat tak mau kehilangan Fanaya. Elwin ingin memanfaat kan waktu ini untuk merubah pendirian Fanaya tentang hubungan mereka. Berharap itu terjadi padanya begitu juga Fanaya.
Dua jam pun berlalu, Fanaya merasa lelah. Tak terasa Fanaya terlelap dalam bangku di taman. Elwin tak tega untuk membangunkan Fanaya. Elwin menunggu hingga Fanaya terbangun. Tak lama kemudian waktu menunjukkan pukul 16.30, Fanaya pun akhirnya terbangun. Elwin pun mengantarkan Fanaya pulang. Saat Fanaya tertidur, Elwin menulis surat untuk Fanaya dan manaruhnya ditas Fanaya. Fanaya tak mengetahuinya. Sesampai dirumah fanaya, Elwin langsung pamit pulang.
Keesokan harinya Fanaya baru tersadar dengan surat pemberian Elwin saat ia di sekolah. Surat itu pun mulai dibaca oleh Fanaya.

Dear: fanaya
“ Fanaya, maaf jika aku menyalurkan fikiranku dalam surat ini. Sebelumnya aku ingin menanyakan sesuatu sama kamu. Apakah kamu akan tetap dengan keputusanmu waktu itu? Fan, aku mohon fikirkan kembali. aku gak tau apa yang akan terjadi jika bukan kamu yang mengisi hari-hri ku. Fikirkan dahulu Fanaya, aku tak siap pergi dari kamu. Namun aku kan terima papun keputusanmu nanti, aku harap keputusan mu adalah yang terbaik untuk kamu ataupun aku.
                                                                                                  Love,
                                                                                                  Elwin

Diam dan berfikir yang Fanaya lakukan setelah membaca surat itu. Berharap Fanaya bisa memberikan keputusan untuk Elwin. Namun Fanaya tak terlalu menfikirkan untuk sementara. Tiba-tiba kepala Fanaya terasa sakit. Tanpa disadari darah pun keluar dari hidung Fanaya. Fanaya mencoba berjalan menuju UKS. “BRAKKK” Fanaya terjatuh saat brtubrukkan dengan  seseorang yang tak begitu jelas untuk Fanaya lihat. Fanaya tak sadarkan diri.
10 menit kemudian..
Fanaya tersadar. Fanaya kembali ke kelas hingga bel pulang berbunyi. Sepulang sekolah Fanaya tidak langsung pulang ke rumah. Ia mampir ke rumah sakit untuk cek kesehatan. Setelah dicek, Fanaya dipanggil oleh dokter untuk keruangannya. Saat Fanaya menemui dokter, raut wajah dokter membuat Fanaya penasaran. Dokter mulai memberitahu sebuah kenyataan yang bersangkutan dengan apa yang dikeluhkan oleh Fanaya. Mendengar itu fanaya terdiam.
1 tahun kemudian..
Penyakit Fanaya tumbuh sangat cepat.
Masih yang sama, Fanaya bertahan dengan Elwin. Mereka sangat harmonis. Seperti bulan dan bintang yang selalu hadir bersamaan. Tak ada lagi adu mulut ataupun layaknya anak kecil dalam hubungan mereka. Kedewasaan tumbuh dalam diri mereka. ataupun hal-hal yang merusak itu pun hilang. Mereka memang tidak sempurna dan tak sepenuhnya hubungan mereka berjalan mulus. Namun Fanaya dan Elwin dapat menghadapinya dengan bijaksana. Begitu juga dengan Fanaya yang menghadapi penyakitnya. Fanaya tak ingin jika orang yang ia sayang mengetahui tentang apa yang ia rasakan terutama soal penyakit yang ia derita. Bahkan orang tuanya pun tak mengetahuinya. Penyakit itu semakin parah.
Pagi yang cerah disambut dengan senyum yang menyemangati hari itu.
“Good morning Fanaya” sambutan dengan senyum lebar dari Elwin.
“Hai Win” bales Fanaya dengan senyum pula.
“Sudah siap Fan? Yuk berangkat?” tanya Elwin.
“Sudah dong Win. Yuk” balas Fanaya.
Mereka pun berangkat menuju sekolah dengan wajah yang sumringah. Namun saat di perjalanan, darah tiba-tiba keluar dari hidung Fanaya. Fanaya tak menyadarinya. Hingga tiba di sekolah Fanaya, Elwin melihat hal itu. Raut wajah Fanaya pucat seperti tak ada aliran darah.
“Fan, ada darah di hidung kamu. Kamu sakit?” tanya elwin.
“Gak kok Win” jawabnya. Fanaya menyentuh hidungnya dan menutupinya dengan tangan dan bergegas masuk ke kelas. Namun sebelum ke kelas, Fanaya membersihkan darah yang ada di hidungnya dengan air yang ada di kamar mandi. Kemudian Fanaya siap untuk menerima pelajaran dari guru-gurunya hingga pulang sekolah. Fanaya menunggu seseorang untuk menjemputnya. Tak lama kemudian Elwin datang untuk menjemputnya.
“Hai peri cantik” pujian untuk Fanaya.
“Apaan sih win” Fanaya tersipu malu.
“Ayo naik, aku mau nganjak kamu ke taman” seru Elwin.
“Taman? Oke” jawab Fanaya girang.
Setiba di taman, mereka mecari tempat untuk mereka beristirahat sambil menikmati suasana di taman itu. Mereka bercanda tawa di tempat itu. Dengan dua buah es krim yang menemani mereka dan berbagai macam bunga bermekaran memperindah taman itu. Namun, darah itu muncul kembali. Elwin cepat-cepat mengusapnya. Penuh tanda tanya misteri yang Elwin tak tahu. Ingin Elwin menanyakan keadaan Fanaya namun pasti Fanaya tak akan berterus terang. Justru ia langsung mengalihkan pembicaraan. Seusai mengusap, Fanaya terjatuh tak sadarkan diri. Elwin panik seketika itu. Elwin meminta orang disekitarnya untuk membantu Elwin membawa Fanaya ke rumah sakit. Fanaya langsung ditangani oleh dokter. Tak lama dokter keluar dari ruangan dimana Fanaya dirawat. Elwin langsung menghampiri dokter itu. Tanpa basa-basi Elwin menanyakan bagaimana keadaan Fanaya. Dokter pun berterus terang karena dokter tidak tega melihat keadaan Fanaya yang semakin parah.
“Dia mengidap penyakit leukimia. Keadaannya pun sudah semakin parah. Jalan satu-satunya untuk adalah dengan operasi. Jika tidak, Fanaya tidak akan terselamatkan. Namun saya tidak dapat menyatakan operasi dapat menyelamatkannya. Kemungkinan Fanaya tidak selamat, tapi kami akan berusaha sebisa kami untuk menyelamatkan nyawa Fanaya”.
“Apa orang tua Fanaya tau soal hal ini dok?” tanya Elwin berlinangan air mata.
“Fanaya tidak ingin orang lain mengetahuinya, namun jika orang tua Fanaya tidak mengetahui keadaan Fanaya sekaran resikonya fatal sekali” jawab dokter.
“baik dok, saya akan memberitahu kedua orang tua Fanaya. Terimakasih dokter sudah mau penyakit yang diderita Fanaya” ucap Elwin. Elwin tak sanggup melihat keadaan kekasihnya. Elwin menyesal tidak mengetahui soal ini dari dulu. Kemudian Elwin menghubungi kedua orang tua Fanaya. Mereka pun tiba di rumah sakitdan menghampiri Elwin. Elwin menceritakan apa yang dikatakan oleh dokter tadi. Orang tuanya menyetujui jika Fanaya diopersi.
Malam pun tiba. Hari itu juga Fanaya dioperasi. Berjam-jam operasi itu berlangsung.Elwin beserta kedu orang tua Fanaya terus mendoakan yang terbaik untuk Fanaya. Tak henti-hentinya air mata jatuh dari mata mereka. setelah menunggu lama, dokter pun keluar.
“Bagaimana dok?” tanya Ayah Fanaya.
Dokter hanya terdiam.
“Dok, jawab!” seru Elwin.
“Saya sudah berusaha semampu saya untuk menyelamatkan Fanaya. Namun Tuhan berkata lain. Fanaya tidak dapat terselamatkan. Maaf” kata dokter dengan raut wajah melemas.
“Gak mungkin dok. Dokter pasti bercanda kan?” tanya Elwin yang tidak menerima kenyataan itu.
“Maafkan saya” jawab dokter.
Kedua orang tua Fanaya beserta Elwin terkejut dengan apa yang disampaikan dokter tentang kedaan Fanaya. Mereka terus menangis. Mereka belum siap untuk melepas Fanaya.penuh kenangan saat bersama Fanaya yang mereka tak rela jika Fanaya pergi untuk selama-lamanya. Terutama Elwin. Elwin sangat kehilangan Fanaya. Tak ada sosok Fanaya yang akan menemaninya kembali. jika Elwin tahu akan penyakit Fanaya, sudah pasti Elwin akan mewarnai sisa-sisa hari yang Fanaya punya. Namun Elwin tak dapat berbuat apa-apa. Bagaimana pun Fanaya sudah tidak bisa kembali disisi mereka. Fanaya sudah tenang di alam yang baru. Mereka menerima kepergian Fanaya setelah disadarkan oleh kakak Fanaya.
3 hari setelah kematian Fanaya, Elwin bertemu dengan Fanaya di mimpi Elwin. Fanaya berkata, jika ia telah bahagia di sana. Fanaya terlihat tersenyum. Bahkan ia sangat cantik dengan gaun yang dipakainya. Elwin pun tenang. Elwin menjalani hari-harinya seperti biasa dengan tersenyum seperti ia menjalani hari-harinya dengan Fanaya. Elwin tetap menyayangi Fanaya.


0 comments:

Post a Comment

Saturday 20 April 2013

saat semua tak mengetahuinya


Saat Semua Tak Mengetahuinya

“TENGGG!!!!”.
                   Suara bel lonceng pun berbunyi pertanda saat itulah pelajaran dimulai. Namun sebelum pelajaran dimulai, seperti biasa diawali dengan berdoa terlebih dahulu lalu dilanjutkan dengan tadarus bersama-sama. Dilengkapi oleh cahaya matahari yang menyilau kedua mata Fanaya dengan suhu rendah yang sudah ia anggap biasa.
27 Januari 2013. Tanggal yang menurut Fanaya adalah tanggal kehancuran. Beribu perasaan muncul menjadi satu hingga tak karuan.
“Sudahlah, tak perlu kamu menghubungiku lagi!” seru Fanaya melalui via sms.
      takakan ku berhenti menghubungimu! Mengerti ?!’’ balasnya dengan keyakinan atas pendiriannya.
Tak tau apa yang harus Fanaya katakan lagi padanya. Dia adalah kekasih Fanaya. Elwin namanya. Sudah 2 tahun Fanaya menjalani suatu hubungan yang indah bersama Elwin. Fanaya merasa tak tega harus bersikap keras kepada Elwin. Namun  ini yang harus ia perbuat. Fanaya sudah tak sanggup menanggapi sikap acuh Elwin. Ia rasa inilah waktu yang tepat untuk meninggalkan Elwin beserta kenangan tentangnya. “Aku harus bisa! Aku tak boleh menyerah! Aku harus bisa lebih keras darinya! Tuhan bantulah aku” bisikan hati Fanaya. Sejujurnya Fanaya tak yakin dengan kehidupan selanjutnya tanpa Elwin yang mengisi hari-harinya. Elwin sudah banyak memberikan hal terindah yang belum pernah Fanaya dapatkan. Dan Elwin pula yang membuat Fanaya mengerti akan kehidupan dirinya. Dengan ucapan semangat dari teman-teman yang sekarang menjadi keluarga kedua, Fanaya merasa tak kesepian jika Elwin pergi. Ia percaya bahwa teman-temannya bersedia membantu Fanaya untuk melupakan Elwin.
Dengan raut wajah tanpa menghadirkan senyuman yang menjadi ciri khasnya, ia terdiam dalam bangku. Sapaan teman diabaikan olehnya. Fanaya tahu alasan apa yang membuat ia seperti ini, namun ia tak tahu apa yang sedang ia fikirkan saat itu. Hingga bel pertanda pelajaran telah berakhir pun tiba. Fanaya kembali terdiam dalam tempat dimana Fanaya biasa menunggu jemputan untuk pulang. Memang Fanaya selalu tak sendirian, dia pasti ditemani oleh Karel sahabat Fanaya. Fariasi-fariasi cerita pun Karel dapatkan dari Fanaya. Biasanya Karel melakukan hal-hal yang membuat Fanaya tersenyum lebar sambil menunggu jemputan yang tak kunjung datang. Tak lama kemudian, Fanaya terkejut, saat Fanaya melihat bahwa yang menjemput Fanaya adalah Elwin. Fanaya pun menghampiri Elwin.
“Elwin? Ada apa kamu kesini?” tanyaku heran.
“Jemput kamu Fanaya” jawabnya dengan dihiasi senyuman.
“Ha? Jemput aku? Aku udah sms mamaku buat jemput aku win” jawabku tanpa ekspresi.
“Tenang aja, aku udah minta ijin mama kamu kok Fan buat jemput kamu sekalian aku mau ngajak kamu ke suatu tempat” jawabnya dengan brtujuan untuk meyakinkanku.
Fanaya terbingung. Sungguh, ia tak ingin menerima ajakan Elwin. Apa yang akan terjadi jika ia masih dekat dengan Elwin. Namun apa boleh buat, Fanaya pun mengiyakan. Fanaya pun pamit kepada Karel, dan segera pergi bersama Elwin.
Sebuah kejutan bagi Fanaya ketika tempat yang menjadi tujuan Elwin adalah taman bunga. Taman bunga yang Elwin buat sendiri. Ia menanam tanaman bunga tersebut dari jauh-jauh hari tanpa Fanaya tahu. Elwin tahu bahwa Fanaya sangat menyukai bunga. Raut wajah Fanaya yang indah itu menujukkan bahwa Fanaya menyukainya.
“Kamu suka?’’ tanya Elwin.
Fanaya hanya mengagguk.
“Kesana yuk, di sana ada bunga yang kamu suka” ajak Elwin dengan tersenyum.
Diajaknya Fanaya ketempat tujuan pertama yang Elwin tunggu. Saat tiba di tempat yang Elwin maksud, Fanaya tak bisa berkata apa-apa. Ia kagum atas ide Elwin.
“Kamu mau bunga itu?” tanya Elwin sambil menunjuk bunga mawar yang ada di depan Fanaya.
“Mau Win. Boleh aku petik satu?’’ tanya Fanaya.
“Tentu saja boleh. Aku petikin ya buat kamu” jawab Elwin.
“Win, makasih ya” ucap Fanaya dengan tersenyum manis.
Elwin pun membalas dengan senyumnya yang bertanda dia sangat tak mau kehilangan Fanaya. Elwin ingin memanfaat kan waktu ini untuk merubah pendirian Fanaya tentang hubungan mereka. Berharap itu terjadi padanya begitu juga Fanaya.
Dua jam pun berlalu, Fanaya merasa lelah. Tak terasa Fanaya terlelap dalam bangku di taman. Elwin tak tega untuk membangunkan Fanaya. Elwin menunggu hingga Fanaya terbangun. Tak lama kemudian waktu menunjukkan pukul 16.30, Fanaya pun akhirnya terbangun. Elwin pun mengantarkan Fanaya pulang. Saat Fanaya tertidur, Elwin menulis surat untuk Fanaya dan manaruhnya ditas Fanaya. Fanaya tak mengetahuinya. Sesampai dirumah fanaya, Elwin langsung pamit pulang.
Keesokan harinya Fanaya baru tersadar dengan surat pemberian Elwin saat ia di sekolah. Surat itu pun mulai dibaca oleh Fanaya.

Dear: fanaya
“ Fanaya, maaf jika aku menyalurkan fikiranku dalam surat ini. Sebelumnya aku ingin menanyakan sesuatu sama kamu. Apakah kamu akan tetap dengan keputusanmu waktu itu? Fan, aku mohon fikirkan kembali. aku gak tau apa yang akan terjadi jika bukan kamu yang mengisi hari-hri ku. Fikirkan dahulu Fanaya, aku tak siap pergi dari kamu. Namun aku kan terima papun keputusanmu nanti, aku harap keputusan mu adalah yang terbaik untuk kamu ataupun aku.
                                                                                                  Love,
                                                                                                  Elwin

Diam dan berfikir yang Fanaya lakukan setelah membaca surat itu. Berharap Fanaya bisa memberikan keputusan untuk Elwin. Namun Fanaya tak terlalu menfikirkan untuk sementara. Tiba-tiba kepala Fanaya terasa sakit. Tanpa disadari darah pun keluar dari hidung Fanaya. Fanaya mencoba berjalan menuju UKS. “BRAKKK” Fanaya terjatuh saat brtubrukkan dengan  seseorang yang tak begitu jelas untuk Fanaya lihat. Fanaya tak sadarkan diri.
10 menit kemudian..
Fanaya tersadar. Fanaya kembali ke kelas hingga bel pulang berbunyi. Sepulang sekolah Fanaya tidak langsung pulang ke rumah. Ia mampir ke rumah sakit untuk cek kesehatan. Setelah dicek, Fanaya dipanggil oleh dokter untuk keruangannya. Saat Fanaya menemui dokter, raut wajah dokter membuat Fanaya penasaran. Dokter mulai memberitahu sebuah kenyataan yang bersangkutan dengan apa yang dikeluhkan oleh Fanaya. Mendengar itu fanaya terdiam.
1 tahun kemudian..
Penyakit Fanaya tumbuh sangat cepat.
Masih yang sama, Fanaya bertahan dengan Elwin. Mereka sangat harmonis. Seperti bulan dan bintang yang selalu hadir bersamaan. Tak ada lagi adu mulut ataupun layaknya anak kecil dalam hubungan mereka. Kedewasaan tumbuh dalam diri mereka. ataupun hal-hal yang merusak itu pun hilang. Mereka memang tidak sempurna dan tak sepenuhnya hubungan mereka berjalan mulus. Namun Fanaya dan Elwin dapat menghadapinya dengan bijaksana. Begitu juga dengan Fanaya yang menghadapi penyakitnya. Fanaya tak ingin jika orang yang ia sayang mengetahui tentang apa yang ia rasakan terutama soal penyakit yang ia derita. Bahkan orang tuanya pun tak mengetahuinya. Penyakit itu semakin parah.
Pagi yang cerah disambut dengan senyum yang menyemangati hari itu.
“Good morning Fanaya” sambutan dengan senyum lebar dari Elwin.
“Hai Win” bales Fanaya dengan senyum pula.
“Sudah siap Fan? Yuk berangkat?” tanya Elwin.
“Sudah dong Win. Yuk” balas Fanaya.
Mereka pun berangkat menuju sekolah dengan wajah yang sumringah. Namun saat di perjalanan, darah tiba-tiba keluar dari hidung Fanaya. Fanaya tak menyadarinya. Hingga tiba di sekolah Fanaya, Elwin melihat hal itu. Raut wajah Fanaya pucat seperti tak ada aliran darah.
“Fan, ada darah di hidung kamu. Kamu sakit?” tanya elwin.
“Gak kok Win” jawabnya. Fanaya menyentuh hidungnya dan menutupinya dengan tangan dan bergegas masuk ke kelas. Namun sebelum ke kelas, Fanaya membersihkan darah yang ada di hidungnya dengan air yang ada di kamar mandi. Kemudian Fanaya siap untuk menerima pelajaran dari guru-gurunya hingga pulang sekolah. Fanaya menunggu seseorang untuk menjemputnya. Tak lama kemudian Elwin datang untuk menjemputnya.
“Hai peri cantik” pujian untuk Fanaya.
“Apaan sih win” Fanaya tersipu malu.
“Ayo naik, aku mau nganjak kamu ke taman” seru Elwin.
“Taman? Oke” jawab Fanaya girang.
Setiba di taman, mereka mecari tempat untuk mereka beristirahat sambil menikmati suasana di taman itu. Mereka bercanda tawa di tempat itu. Dengan dua buah es krim yang menemani mereka dan berbagai macam bunga bermekaran memperindah taman itu. Namun, darah itu muncul kembali. Elwin cepat-cepat mengusapnya. Penuh tanda tanya misteri yang Elwin tak tahu. Ingin Elwin menanyakan keadaan Fanaya namun pasti Fanaya tak akan berterus terang. Justru ia langsung mengalihkan pembicaraan. Seusai mengusap, Fanaya terjatuh tak sadarkan diri. Elwin panik seketika itu. Elwin meminta orang disekitarnya untuk membantu Elwin membawa Fanaya ke rumah sakit. Fanaya langsung ditangani oleh dokter. Tak lama dokter keluar dari ruangan dimana Fanaya dirawat. Elwin langsung menghampiri dokter itu. Tanpa basa-basi Elwin menanyakan bagaimana keadaan Fanaya. Dokter pun berterus terang karena dokter tidak tega melihat keadaan Fanaya yang semakin parah.
“Dia mengidap penyakit leukimia. Keadaannya pun sudah semakin parah. Jalan satu-satunya untuk adalah dengan operasi. Jika tidak, Fanaya tidak akan terselamatkan. Namun saya tidak dapat menyatakan operasi dapat menyelamatkannya. Kemungkinan Fanaya tidak selamat, tapi kami akan berusaha sebisa kami untuk menyelamatkan nyawa Fanaya”.
“Apa orang tua Fanaya tau soal hal ini dok?” tanya Elwin berlinangan air mata.
“Fanaya tidak ingin orang lain mengetahuinya, namun jika orang tua Fanaya tidak mengetahui keadaan Fanaya sekaran resikonya fatal sekali” jawab dokter.
“baik dok, saya akan memberitahu kedua orang tua Fanaya. Terimakasih dokter sudah mau penyakit yang diderita Fanaya” ucap Elwin. Elwin tak sanggup melihat keadaan kekasihnya. Elwin menyesal tidak mengetahui soal ini dari dulu. Kemudian Elwin menghubungi kedua orang tua Fanaya. Mereka pun tiba di rumah sakitdan menghampiri Elwin. Elwin menceritakan apa yang dikatakan oleh dokter tadi. Orang tuanya menyetujui jika Fanaya diopersi.
Malam pun tiba. Hari itu juga Fanaya dioperasi. Berjam-jam operasi itu berlangsung.Elwin beserta kedu orang tua Fanaya terus mendoakan yang terbaik untuk Fanaya. Tak henti-hentinya air mata jatuh dari mata mereka. setelah menunggu lama, dokter pun keluar.
“Bagaimana dok?” tanya Ayah Fanaya.
Dokter hanya terdiam.
“Dok, jawab!” seru Elwin.
“Saya sudah berusaha semampu saya untuk menyelamatkan Fanaya. Namun Tuhan berkata lain. Fanaya tidak dapat terselamatkan. Maaf” kata dokter dengan raut wajah melemas.
“Gak mungkin dok. Dokter pasti bercanda kan?” tanya Elwin yang tidak menerima kenyataan itu.
“Maafkan saya” jawab dokter.
Kedua orang tua Fanaya beserta Elwin terkejut dengan apa yang disampaikan dokter tentang kedaan Fanaya. Mereka terus menangis. Mereka belum siap untuk melepas Fanaya.penuh kenangan saat bersama Fanaya yang mereka tak rela jika Fanaya pergi untuk selama-lamanya. Terutama Elwin. Elwin sangat kehilangan Fanaya. Tak ada sosok Fanaya yang akan menemaninya kembali. jika Elwin tahu akan penyakit Fanaya, sudah pasti Elwin akan mewarnai sisa-sisa hari yang Fanaya punya. Namun Elwin tak dapat berbuat apa-apa. Bagaimana pun Fanaya sudah tidak bisa kembali disisi mereka. Fanaya sudah tenang di alam yang baru. Mereka menerima kepergian Fanaya setelah disadarkan oleh kakak Fanaya.
3 hari setelah kematian Fanaya, Elwin bertemu dengan Fanaya di mimpi Elwin. Fanaya berkata, jika ia telah bahagia di sana. Fanaya terlihat tersenyum. Bahkan ia sangat cantik dengan gaun yang dipakainya. Elwin pun tenang. Elwin menjalani hari-harinya seperti biasa dengan tersenyum seperti ia menjalani hari-harinya dengan Fanaya. Elwin tetap menyayangi Fanaya.


No comments:

Post a Comment

 




Blog Template by YummyLolly.com